Secangkir Teh Bersama Guru

By: riasantati

Aug 13 2013

Category: Buku yang Kubaca

Leave a comment

temukan sarinya

temukan sarinya “Kejaran target membuat orang tak punya lagi kemampuan menghidupi momen demi momen berharga dalam kehidupan sehari-hari, seberapa pun besar kekayaan&kemewahan material yang dimiliki. Kemampuan mendengar, sirna. Komunikasi di dalam dan di luar macet, tidak bisa lagi saling mengerti, tidak mampu lagi merasakan penderitaan orang lain, terus menuduh dan menyalahkan pihak lain. Sikap itu menggelembungkan persepsi yang keliru, melahirkan kegelisahan, kemarahan, kebencian, ketakutan, kekerasan, kalau akarnya tidak dikenali.”

Thich Nhat Hanh (P. 103), Maria Hartiningsih

Kalau yang diproduksi adalah pikiran welas asih, maka yang muncul adalah sikap saling pengertian welas asih dan non diskriminasi. (P. 105)

Dalam secangkir teh ada rasa pahit-sepat yang khas. Tetapi pahit itu tak mematikan, bahkan ia dicari karena pahitnya mampu membuat pikiran berjaga. Berjaga untuk mencecap sari-sari kehidupan.

Teh biasanya kunikmati di senja usai tumpukan kelelahan aktivitas seharian. Teh menemaniku mengingat lagi apa yang telah kulakukan, maka biasanya ia kuminum tanpa tergesa. Teh adalah teman yang membantuku mengingat-ingat kembali barangkali ada sari kehidupan yang kulewatkan hari ini.

Bila hari ini sejenak saja kita luangkan waktu bersamanya, bukan tak mungkin kita mampu menjaga keseimbangan hidup kita. Agar yang ramai dan hening dapat berjalan seiring.