Secangkir Teh Bersama Guru
Thich Nhat Hanh (P. 103), Maria Hartiningsih
Kalau yang diproduksi adalah pikiran welas asih, maka yang muncul adalah sikap saling pengertian welas asih dan non diskriminasi. (P. 105)
Dalam secangkir teh ada rasa pahit-sepat yang khas. Tetapi pahit itu tak mematikan, bahkan ia dicari karena pahitnya mampu membuat pikiran berjaga. Berjaga untuk mencecap sari-sari kehidupan.
Teh biasanya kunikmati di senja usai tumpukan kelelahan aktivitas seharian. Teh menemaniku mengingat lagi apa yang telah kulakukan, maka biasanya ia kuminum tanpa tergesa. Teh adalah teman yang membantuku mengingat-ingat kembali barangkali ada sari kehidupan yang kulewatkan hari ini.
Bila hari ini sejenak saja kita luangkan waktu bersamanya, bukan tak mungkin kita mampu menjaga keseimbangan hidup kita. Agar yang ramai dan hening dapat berjalan seiring.